Sejarah Pamor pada Keris
Dunia Klenik - Tak ada data tertulis yang pasti mengenai kapan orang Indonesia (Jawa) menemukan teknik tempa senjata berpamor. Tetapi jika dilihat bahwa sebagian bilah keris Jalak Buda sudah menampilkan gambaran pamor, dapat diperkirakan pamor dikenal bangsa Indonesia setidaknya pada abad ke 7. Pamor yang mereka kenal itu terjadi karena ketidaksengajaan, yaitu dengan mencampur beberapa macam bahan besi dari daerah galian yang berbeda-beda. Perbedaan komposisi unsur logam pada senyawa besi yang mereka pakai sebagai bahan baku pembuatan keris itulah yang menimbulkan nuansa warna yang berbeda pada permukaan bilahnya, sehingga menampilkan gambaran pamor.
Keris dan tombak tangguh Jenggala sudah menampilkan rekayasa pamor yang amat indah dan mengagumkan. Jelas pamor itu bukan berasal dari ketidaksengajaan, melainkan karena teknik tempa dan rekayasa si empu. Inilah yang menimbulkan tanda tanya, apakah Jenggala dalam perkerisan sama dengan Jenggala dalam ilmu sejarah? Mengapa budaya masyarakat di kerajaan yang berdiri pada abad ke-11 itu sudah terampil membuat rekayasa seni pamor?
Bahan Pamor
Selain menunjuk pada pengertian tentang pola gambarannya, pamor juga dimaksudkan menunjuk pengertian mengenai bahan pembuat pamor itu.
Ada empat macam bahan pamor yang acapkali digunakan dalam pembuatan keris, dan tosan aji lainnya. Dari yang empat itu, tiga di antaranya adalah bahan alami, sedangkan bahan pamor yang keempat adalah unsur logam nikel yang telah dimurnikan oleh pabrik.
Bahan pamor yang tertua adalah bahan keris dari dua atau beberaoa senyawa besi yang berbeda. Senyawa besi yang berbeda komposisi unsur-unsurnya itu, tentunya didapat dari daerah yang berbeda pula. Dari bahan pamor ini, pamor yang terjadi dinamakan pamor sanak.
Bahan pamor lainnya adalah batu bintang atau batu meteor. Penggunaan bahan meteorit untuk bahan pamor bukan hanya dilakukan oleh para empu di Pulau Jawa, juga di daerah lain di Indonesia. Badik batu dan mandau batu, misalnya, dibuat oleh orang Sulawesi dan Kalimantan.
Di Sulawesi selain batu bintang atau batu meteor, ada bahan pamor lain yang banyak terdapat di daerah Luwu. Bahan pamor dari Luwu ini kemudian menjadi komoditi dagang antarpulau, bahkan juga dikenal dan diperdagangkan di Singapura, Semenanjung Malaya, dan Thailand. Mereka mengenalnya sebagai pamor Luwu atau bassi pamoro.
Jenis bahan pamor yang terakhir adalah nikel. Dulu, beberapa puluh tahun yang lalu, nikel lebih sering dijumpai sudah bercampur dengan unsur logam lainnya, biasanya dengan besi. Tetapi kini, tahun 2000, mudah didapat nikel murni yang dijual kiloan.
Kanjeng Kyai Pamor
Dari empat macam bahan pamor itu, batu meteorlah yang terbaik, karena bahan itu mengandung titanium yang banyak memiliki kelebihan dibandingkan dengan bahan pamor lainnya. Bahan baku pamor meteorit yang terkenal adalah yang berasal dari daerah Prambanan, Jawa Tengah, yang kemudian dinamakan Kanjeng Kyai Pamor dan disimpan di halaman Keraton Kasunanan Surakarta.
Jenis-jenis Pamor Keris
Ditinjau dari teknik pembuatannya, dikenal adanya dua macam pamor, yakni pamor mlumah dan pamor miring. Dibandingkan dengan pamor miring, pamor mlumah relatif lebih mudah pembuatannya, dan resiko gagalnya lebih kecil. Itulah sebabnya rata-rata nilai mas kawin (harga) keris berpamor mlumah lebih rendah dibandingkan keris yang berpamor miring.
Ditinjau dari bagaimana terjadinya pamor itu, macam-macam motif pamor dibagi dalam dua golongan besar, yakni pamor tiban atau pamor jwalana, dan pamor rekan atau pamor Pamor Pulo Tirto, termasuk pamor rekananukarta. Yang digolongkan pamor tiban adalah jenis motif atau pola gambaran pamor yang bentuk gambarannya tidak direncanakan dahulu oleh si empu. Gambaran pola pamor yang terjadi bukan karena diatur atau direkayasa oleh Sang Empu, dianggap sebagai anugerah Tuhan. Pola pamor golongan ini di antaranya, Wos Wutah, Ngulit Semangka, Sumsum Buron, Mrutusewu, dan Tunggak Semi.
Sedangkan yang digolongkan pamor rekan, adalah pamor yang pola gambarannya dirancang atau direkayasa lebih dahulu oleh Sang Empu. Termasuk jenis ini di antaranya, pamor Adeg, Lar Gangsir, Ron Genduru, Tambal, Blarak Ngirid, Ri Wader, dan Naga Rangsang. Pamor Mayang Mekar termasuk pamor rekan
Penamaan dan Simpangsiurnya Nama Pamor
Karena ragam pola gambaran pamor jumlahnya banyak sekali, untuk membedakan pola satu dengan lainnya, tiap motif pamor itu diberi nama. Ada dua cara pemberian nama pamor dalam dunia perkerisan di Pulau Jawa.
Pertama, dengan melihat hasil akhir penampilan pamor yang tampak. Jadi, jika gambar pamor itu mirip dengan kulit semangka, pamor itu disebut Ngulit Semangka, walaupun mungkin Sang Empu bukan berniat membuat pamor Ngulit Semangka, tetapi Wos Wutah.
Kedua, dengan memperkirakan niat Sang Empu. Misalnya, jika si empu diperkirakan berniat akan membuat pamor Ri Wader, ternyata jadinya mirip dengan gambaran pamor Mayang Mekar, maka pamor itu tetap dinamakan pamor Ri Wader, tetapi gagal. Karena kegagalan itu, nama pamor itu ditambah dengan kata 'wurung' sehingga menjadi Ri Wader Wurung.
Tetapi penamaan cara yang kedua ini hanya bisa dilakukan oleh orang yang benar-benar memahami teknik pembuatan pamor. Orang kebanyakan, yang bukan pakar - jelas akan memakai cara penamaan pamor yang pertama.
Yang juga membingungkan, adanya perpedaan penyebutan nama pamor. Contohnya, pamor Lawe Setukel, ada yang menyebut Benang Satukel atau Lawe Saukel, atau Benang Saukel. Ada lagi, Blarak Sinered, Blarak Ginered, atau Blarak Ngirid. Ada lagi, Melati Rinonce atau Melati Rinenteng atau Melati Sato-or. Dan, masih banyak lagi kesimpangsiuran semacam itu.
Yang lebih parah dari itu, misalnya: Pamor Sada Saler atau Adeg Siji. Namanya beda, tapi pola pamornya yang itu-itu juga. Perbedaan nama ini makin jauh lagi, karena nama Sada Saeler disalahucapkan menjadi Sada Jaler, dan kemudian menjadi Sada Lanang. Dan yang agak menggelikan nama Sada Saeler ditulis oleh orang Belanda dengan ejaan Sadasakler, kemudian nama itu diterjemahkan menjadi sadasa kleur yang artinya 'sepuluh warna'. Ini karena kata kleur yang berasal dari bahasa Belanda memang berarti warna.
Istilah-istilah Mengenai Pamor
Dalam buku-buku lama mengenai keris sering dijumpai berbagai istilah untuk menggambarkan keadaan dan penampilan pamor. Bahasa Jawanya: Wujud semuning pamor.
Istilah-istilah itu pada umumnya kurang begitu dikenal orang yang hidup pada masa kini. Di antaranya adalah:
1. Pamor yang mrambut, merupakan istilah penilaian pamor melalui kesan rabaan (grayangan- Jawa) - yakni pamor yang jika diraba dengan ujung jari rasanya seperti meraba rambut. Munculnya pamor semacam itu pada permukaan bilah keris bagaikan susunan helaian rambut, atau seperti serat-serat yang halus dan lembut.
2. Pamor yang ngawat, juga berkaitan dengan kesan rabaan seperti di atas, tetapi rasa rabaannya tidak sehalus pramor yang mrambut, - melainkan seolah-olah seperi rabaan jajaran kawat yang lembut.
3. Pamor yang nggajih merupakan istilah penilaian pamor melalui kesan penglihatan, yakni pamor yang tampak seperti lemak beku menempel di permukaan bilah keris. Keris atau tosan aji yang pamornya nggajih biasanya adalah keris yang bermutu rendah atau yang sering disebut keris rucahan. Keris semacam itu jika dijentik (dithinthing - Jw.) biasanya tidak berdenting.
4. Pamor mbugisan adalah istilah penilaian pamor melalui kesan penglihatan dan rabaan. Permukaan bilah keris yang pamornya tergolong mbugisan rabaannya halus, sedangkan gradasi berbedaan warna antara besinya yang hitam dan pamornya yang putih keperakan tidak nyata terlihat, tidak kontras.
5. Pamor yang nyanak adalah istilah untuk pamor Sanak atau pamor peson, merupakan istilah penilaian pamor menurut kesan penglihatan dan rabaan. Alur-alur pola gambaran pamor ini tidak jelas, tak kontras, tetapi rabaannya sangat terasa, agak kasar. Keris berpamor sanak biasanya dibuat dari bahan pamor yang berupa mineral besi yang didapat dari daerah lain. Jika dijentik, keris dengan pamor sanak tidak berdenting nyaring.
6. Pamor yang kelem, yang penampillannya cukup jelas, cukup kontras, tetapi sedemikian rupa sehingga seolah yang terlihat ini hanya sebagian kecil dari keseluruhan pamor. Seolah sebagian terbesar dari pamor itu 'tengelam' di dalam badan bilah. Pamor yang kelem itu jika diraba akan terasa lumer atau halus dan lembut.
7. Pamor yang kemambang adalah kebalikan dari pamor yang kelem. Pamor ini memberi kesan seolah bagian pamor yang tertanam di badan bilah hanya sedikit saja. Jika diraba, pamor kemambang juga memberikan kesan lumer dan halus.
8. Pamor yang ngintip adalah istilah penamaan pamor yang sangat kasar perabaannya, malahan kadang-kadang di beberapa bagian terasa tajam. Pamor yang ngintip ini bisa terjadi karena dua sebab. Pertama si empu boros atau dermawan (loma- Jw.) terhadap bahan pamor yang digunakannya, sehingga jumlah bahan pamor yang digunakan berlebihan. Bisa juga terjadi karena ketidaksengajaan, yakni untuk memberikan kesan wingit pada keris itu.
Sebab yang kedua adalah si empu menggunakan bahan pamor bermutu tinggi, tetapi besi yang digunakan mutunya kurang baik, sehingga besi itu cepat aus. Sewaktu besinya sudah aus, sedangkan pamor tidak, maka pamor itu akan 'muncul' di permukaan bilah secara berlebihan.
9. Pamor yang mubyar yakni pamor yang tampak cerah, cemerlang, dan kontras dengan warna besinya. Walaupun warnanya kontras, namun jika diraba akan terasa lumer, halus.
Selain istilah-istilah yang di atas, untuk menilai pamor orang juga mengamati kondisi tertanamnya pamor pada badan bilah keris atau tosan aji lainnya. Menurut istilah Jawa, kondisi itu disebut tancebing atau tumancebing pamor.
Tancebing atau kondisi tertancapnya pamor pada badan bilah ada dua macam, yakni pandes (pandhes), yang tertanamnya pamor seolah dalam dan kokoh; dan kumambang, yaitu yang seolah-olah mengambang atau mengapung di permukaan bilah.
Tuah Pamor dan Perlambang
Banyak penggemar keris yang mengkaitkan nama dan motif pamor dengan tuah keris atau tombaknya. Untuk mengetahui sebuah keris atau tombak itu baik atau tidak tuahnya, orang lebih dahulu akan mengamati jenis motif pamornya. Begitu pula jika orang ingin tahu apa tuah atau manfaat keris itu, yang pertama kali dilihat adalah pamornya. Itulah sebabnya, mengapa di kalangan penggemar keris timbul istilah ‘membaca pamor’. Mereka menganggap bahwa tuah keris dapat dibaca dari pamornya.
Anggapan itu tidak bisa disalahkan. Soalnya, seandainya pamor itu termasuk jenis pamor tiban, gambaran yang muncul dianggap sebagai pratanda dari Tuhan mengenai isi dan tuah keris itu. Jadi, motif atau pola yang tergambar pada pamor itu dianggap sebagai petunjuk untuk memperkirakan baik buruknya keris itu, sekaligus juga memperkirakan tuah apa yang terkandung di dalamnya.
Kalau motif pamor itu tergolong pamor rekan, maka pamor itu akan direka oleh Sang Empu sedemikian rupa sehingga bentuk gambarannya sesuai dengan niat empu, yang dirupakan dalam doa adan mantera yang diucapkannya. Misalnya, jika Sang Empu menginginkan keris buatannya mempermudah si pemilik untuk mencari rezeki, ia akan membuat pamor Udan Pamor Udan Mas Mas, Pancuran Mas, Tumpuk, atau Mrutu Sewu. Tetapi jika si empu ingin agar keris buatannya bisa menambah kewibawaan pemiliknya, empu itu akan membuat keris dengan pamor Naga Rangsang, Ri Wader, Raja Abala Raja, dan yang sejenis dengan itu.
Gambaran motif pamor adalah perlambang harapan. Harapan Sang Empu, sekaligus juga harapan si pemilik keris.
Kira-kira sama halnya dengan gambaran rajah penolak bala. Atau mungkin serupa pula dengan gambaran Patkwa yang oleh masyarakat keturunan Cina dipercayai memiliki tuah sebagai penolak bala. Mungkin mirip juga dengan kepercayaan sebagian orang Eropa yang menganggap bentuk ornamen ladam kuda (sepatu kuda) sebagai bentuk yang dianggap bisa mengusir setan dan roh jahat.
Dalam budaya Jawa - mungkin juga dibilang budaya Indonesia, bentuk-bentuk tertentu membawa perlambang maksud dan harapan tertentu pula.
Bentuk bulatan, lingkaran, garis lengkung, atau gambaran yang memberikan kesan lumer, kental, tidak kaku, melambangkan kadonyan atau kemakmuran duniawi, kekayaan, rejeki, keberuntungan, pangkat, dan yang semacam dengan itu.
Bentuk gambaran garis yang menyudut, segi, patahan, seperti segi tiga, segi empat, dan yang serupa dengan itu, dianggap sebagai lambang harapan akan ketahanan atau daya tangkal terhadap godaan, gangguan, serangan, baik secara fisik maupun nonfisik. Jika gambaran itu dirupakan dalam bentuk pamor, itu melambangkan harapan akan kesaktian dan kadigdayan.
Bentuk garis lurus yang membujur atau melintang, atau diagonal, dipercaya sebagai lambang harapan akan kemampuan untuk mengatasi atau menangkal segala sesuatu yang tidak diharapkan. Pamor yang serupa itu dianggap dapat diharapkan kegunaannya untuk menolak bala, menangkal guna-guna dan gangguan makhluk halus, menghindarkan bahaya angin ribut dan badai, terhindar dari gangguan binatang buas dan binatang berbisa. Misalnya, pamor Adeg.
Karena itulah, seorang empu sebenarnya juga bisa dibilang seniman yang memahami bahasa perlambang, dan menggunakan gambaran pamor sebagai media komunikasi.
Pamor Keris Pemilih
Sering kita mendengar cerita dimasyarakat tentang orang yang tidak cocok pada keris pusakanya, baik keris dari warisan, pemberian orang, mas kawin atau yang mendapatkan dengan cara-cara lainnya. Ada banyak sekali jenis dari keris yang berpamor pemilih dan berpamor yang kurang baik, hal ini dikarenakan oleh berbagai macam faktor diantaranya :
1. Saat Empu membabar / membuat pusaka konsentrasinya terganggu oleh sesuatu hal sehingga mantra yang seharusnya baik menjadi salah ucap atau tidak sesuai maka mengakibatkan keris tersebut mempunyai tuah yang kurang baik Contohnya : Pusaka Empu Gandring, sebelum keris selesai dibuat sang Empu dibunuh oleh Ken Arok dan mengucapkan kata – kata kutukan yang masuk ke keris tersebut, dan terbukti keris tersebut mempunyai tuah seperti maksud dari kutukan empu Gandring.
2. Pamor Adalah sebuah bentuk ilustrasi atau gambar yang muncul dipermukaan bilah keris, nama-nama pamor sangat banyak dan beragam sesuai bentuk dan kemiripannya dengan alam, sebagai contoh ; Pamor Beras Wutah, Pamor Sasa Sakler, Pamor Blarak Ngirid, Pamor Udan Mas dan lain sebagainya. Terdapat beberapa jenis pamor yang memang mempunyai tuah yang kurang baik antara lain :
Pamor Satria Wirang : membawa kesengsaraan pemiliknya.
Pamor Sujen Nyawa : pusaka ini menginginkan pemiliknya untuk segera meninggal.
Pamor Dengkiling : mempunyai angsar cengkiliing / jahil pada pemiliknya.
Pamor Yoga Pati : angsarnya anak pemilik pusaka sering sakit sakitan.
Pamor Tundung : membuat pemiliknya sering pindah-pindah tempat / usaha.
3. Ada beberapa pusaka yang pemilih, maksudnya pusaka ini hanya cocok pada orang – orang tertentu saja sehingga kalau tidak cocok dengan seseorang yang memilikinya maka akan menjadikan pemiliknya tidak nyaman atau tidak tentram dalam berbagai kehidupan. Pusaka ini biasa tersirat pada pamor atau juga dapur pusakanya. Sebagai contoh sebuah keris dapur Kebo Lajer adalah keris untuk para petani dan peternak maka tidak akan cocok atau tidak sesuai jika dimiliki oleh seorang pejabat, Keris Dapur Sangkelat adalah keris untuk para petinggi tidak akan cocok untuk petani.
4. Pusaka yang sudah cacat atau tidak WUTUH juga mempunyai pengaruh kurang baik pada pemiliknya, seperti pegat waja, pugut / putus , Nyangkem kodok, Randa beser dan sudah terlalu aus sehingga sudah tidak terbentuk lagi sebagai pusaka. Hal ini dapat digambarkan seperti mobil jika remnya sudah tidak ada maka mobil tersebut akan sangat membahayakan bagi yang mengendarainya.
Muncul pertanyaan “Keris yang tidak cocok tersebut harus dikemanakan?", Bila keris tersebut cacat maka bisa dibetulkan oleh seorang empu dimasa sekarang masih ada empu yang dapat memperbaiki keris yang cacat atau rusak tepatnya di kota Solo atau Jogyakarta, tapi ada juga yang rela keris –keris tersebut dilarung ke sungai tapi ini adalah suatu tindakan yang keliru, karena keris tersebut adalah juga suatu karya yang adiluhung maka sebaiknya diserahkan ke Museum, kalau di Semarang dapat diserahkan ke Museum Rangga warsito yang siap untuk menerima pusaka – pusaka anda yang memiliki ciri-ciri yang kurang baik”. Jika sampai hilang dari nusantara maka untuk studi penelaahan keris akan menemui hambatan sebab banyak keris yang hilang karena dilarung.
Walau keris itu Kurang Cocok alangkah baiknya jika diserahkan ke museum, biar negara yang menampung dan merawatnya agar budaya adiluhung kita tidak hilang. Maka jika ingin memiliki pusaka KERIS sebaiknya memperhatikan 3 hal yaitu TANGGUH, SEPUH dan WUTUH..
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, semua hasil karya manusia yang gagal atau salah dalam perhitungan, pengerjaan atau perencanaan akibatnya akan dapat membahayakan manusia, jadi tidak hanya keris. Jembatan, rumah, toko, gedung juga memiliki pengaruh yang tidak baik bagi yang menempati atau memiliki jika terdapat kegagalan dalam proses pembuatannya. intinya jika sesuatu hal itu dirancang dan dikerjakan dengan perencanaan yang matang, hati yang baik dan iklas maka hasilnya juga akan baik.
Beberapa contoh Jenis Besi menurut empu kuno:
- Besi Karangkijang - Energinya dingin dan sabar
- Besi pulosani - manfaatnya untuk kewibawaan, dapat kaya, dan keriernya baik.
- Besi mangangkang (Wadon / betina) - manfaatnya kalau dibawa pergi mudah dapat rejeki.
- Besi Walulin - manfaatnya yang punya selalu sehat kuat, dalam bidang pertanian subur tanamannya, dihormati orang banyak, dan dapat berbuat tegas dalam menyelesaikan perkara.
- Besi Katub - manfaatnya cocok untuk pedagang, apa yang dikehendaki dapat tercapai, dan juga untuk keselamatan.
- Besi Kamboja - manfaatnya untuk kewibawaan, disegani orang banyak, kariernya baik. Tetapi tidak boleh berbuat jahat, kalau melanggar mendapat celaka.
- Besi Ambal - manfaatnya dapat menarik keris lain.
- Besi Winduaji - manfaatnya untuk keselamatan.
- Besi Tumpang - manfaatnya untuk kewibawaan dan daya pesona.
- Besi Werani - manfaatnya untuk mencapai pangkat tinggi, kaya raya, dan Sukses dalam kepemerintahan.
- Besi Walangi - manfaatnya dapat lancar untuk mencari sandang pangan, juga untuk penghasihan, dan jangan untuk usaha simpan pinjam.
- Besi Terate - manfaatnya dicintai oleh wanita, dan keselamatan.
Terdapat juga besi-besi yang mempunyai manfaat berlawanan dengan besi diatas.
Seperti halnya jamu yang dibuat oleh seorang ahli jamu, yang berasal dari berbagai macam tanaman yang memiliki fungsi sendiri-sendiri kemudian disatukan untuk sebuah pengobatan suatu penyakit. Keris juga demikian diramu dari berbagai jenis besi yang memiliki fungsi-fungsi tersendiri kemudian disatukan untuk sebuah tujuan bagi pemesannya.
Kalau jamu yang kita minum dapat memberikan efek kepada hidup dan kesehatan kita, keris juga demikian. Akan tetapi perlu waspada dan jangan keliru dengan keris yang tidak diramu dari besi-besi pilihan.
Post a Comment for "Sejarah Pamor pada Keris"